Resume Prognosis of Peritoneal Dialysis Compared to Hemodialysis in Patient with End-Stage Renal Disease kesehatan
ISI
A.
Resume
Jurnal
Judul : Prognosis of Peritoneal Dialysis Compared to Hemodialysis in Patient with End-Stage Renal Disease
B.
Analisis
Jurnal
A.
Judul
“Prognosis
of Peritoneal Dialysis Compared to Hemodialysis in Patient with End-Stage Renal
Disease”
B.
Abstrak
nd-stage Renal Disease (ESRD) is the
terminal stage of Chronic Kidney Disease, where the function of the failing
kidney must be substituted with Renal Replacement Therapy (RRT). There are two
forms of RRT; Peritoneal Dialysis (PD) and Hemodialysis (HD. However, the issue
of which method provide a better survival for patient remains an interesting
topic to date. This paper aims to provide evidence on whether PD provides
better survival compared to HD in a patient with ESRD. Systematic search was
done using two databases; Pubmed® and Scopus®. Cohort studies were selected as
appropriate study design to answer a prognosis question. Two restrospective
cohorts and one prospective cohort study are relevant for this report. Two
studies demonstrated survival advantage of PD over HD described by Relative
Risk of Mortality of 0.398 and 0.49. The last study showed worse survival of PD
patients compared to HD (RR=1.82). The difference in survival in the last study
may be attributed to the fact that patients undergoing PD has worse baseline characteristics.
PDand HD bring about comparable survival in ESRD patients.
C.
Analisis
SWOT
ESRD merupakan sebuah stadium
akhir dari Penyakit Ginjal Kronis, di mana fungsi gagal ginjal harus diganti
dengan Terapi Pengganti Ginjal (RRT). Ada dua bentuk RRT; Peritoneal Dialysis
(PD) dan Hemodialisis (HD. Namun, masalah metode yang memberikan kelangsungan
hidup yang lebih baik untuk pasien menurut
penelitian tersebut di katakana sebuah mekanisme yang mampu menaikan angka
hidup seoarang penderita penyakit ginjal kronis yang telah mencapai stadium
akhir sehingga penderita masi bisa hidup atau bahkan nyawanya terselamatkan.
Seperti misalnya penyakit ginjal diabetes (PGD)
merupakan salah satu komplikasi serius dari diabetes dan penyebab paling sering
penyakit gagal ginjal tahap akhir, terjadi pada 15-25% penderita diabetes tipe
1 dan 30-40% penderita diabetes tipe 2. PGD ditandai dengan perubahan yang
spesifik baik morfologi dan fungsional ginjal. Gambaran awal perubahan ginjal
akibat diabetes adalah hiperfiltrasi glomerulus, hipertrofi glomerulus dan
ginjal, peningkatan ekskresi albumin urin, peningkatan penebalan membran basal
dan ekspansi mesangial dengan akumulasi protein matriks ekstraseluler seperti
kolagen, fibronektin dan laminin. PGD tahap lanjut ditandai dengan proteinuria,
penurunan fungsi ginjal, penurunan klirens kreatinin, glomerulosklerosis dan
fibrosis interstisial. Injuri podosit berperan penting dalam pengembangan PGD.
Telaah pustaka ini akan mengemukakan mekanisme injuri podosit pada diabetes dan
terkait dengan perubahan fungsi barier filtrasi glomerulus, antara lain
pengaruh hiperglikemia pada podosit termasuk interaksi sel, perlekatan membran
basal glomerulus dan apoptosis podosit yang telah dijelaskan melalui penelitian
sel kultur maupun in vivo. Podosit juga telah menjadi target kerja
insulin dan hormon pertumbuhan dimana kedua hormon tersebut berperan bermakna
di dalam perubahan homeostasis diabetes melitus. Pengertian mengenai seluler
dan molekuler di dalam perubahan struktur dan fungsi podosit pada diabetes
melitus diharapkan menjadi alat diagnostik dan strategi pengelolaan penyakit
ginjal diabetes.
Melihat bagaimana peranan dan pentingnya
sebuah sebuah teknik baru dalam menyelamatkan kehidupan pasien melalui sebuah
alat yang mampu memberi waktu lebih kepada pasien atau bahkan menyelamatkan
pasien maka ini merupakan sebuah cara baru yang sangat berguna di dunia
kedokteran dunia. Gejala-gejala dari fungsi ginjal memburuk yang tidak
spesifik, dan mungkin termasuk perasaan kurang sehat dan
mengalami nafsu makan berkurang.
Seringkali, penyakit ginjal kronis didiagnosis sebagai hasil dari skrining dari orang yang
dikenal berada di risiko masalah ginjal, seperti yang dengan tekanan darah
tinggi atau diabetes dan mereka yang memiliki hubungan darah
dengan penyakit ginjal kronis. Penyakit ginjal kronis juga dapat diidentifikasi
ketika itu mengarah ke salah satu komplikasi yang diakui, seperti penyakit kardiovaskuler, anemia atau perikarditis
Penyakit
ginjal kronis diidentifikasi oleh tes darah untuk kreatinin.
Tingginya tingkat kreatinin menunjukkan jatuh laju filtrasi
glomerulus dan sebagai akibat penurunan kemampuan ginjal mengekskresikan
produk limbah. Kadar kreatinin mungkin normal pada tahap awal CKD, dan kondisi
tersebut ditemukan jika urine (pengujian sampel urin) menunjukkan bahwa ginjal adalah
memungkinkan hilangnya protein atau sel
darah merah ke dalam urin. Untuk menyelidiki penyebab kerusakan ginjal,
berbagai bentuk pencitraan medis, tes
darah dan sering ginjal biopsi (menghapus sampel kecil jaringan ginjal) bekerja untuk
mencari tahu apakah ada sebab reversibel untuk kerusakan ginjal [3].
pedoman profesional terbaru mengklasifikasikan tingkat keparahan penyakit ginjal
kronis dalam lima tahap, dengan tahap 1 yang paling ringan dan biasanya
menyebabkan sedikit gejala dan tahap 5 menjadi penyakit yang parah dengan
harapan hidup yang buruk jika tidak diobati . 'Stadium akhir penyakit ginjal
(ESRD ), Tahap 5 CKD juga disebut gagal ginjal kronis (CKF) 'atau kegagalan kronis ginjal (CRF).
Tidak ada
pengobatan khusus untuk memperlambat tegas menunjukkan memburuknya penyakit
ginjal kronis. Jika ada penyebab yang mendasari untuk CKD, seperti vaskulitis, ini dapat diobati
secara langsung dengan pengobatan bertujuan untuk memperlambat kerusakan. Pada
tahap yang lebih maju, pengobatan mungkin diperlukan untuk anemia dan penyakit tulang. CKD
parah memerlukan salah satu bentuk terapi penggantian
ginjal, ini mungkin merupakan bentuk dialisis,
tetapi idealnya merupakan transplantasi ginja
Melihat
bagaimana peluang yang ada maka dengan adanya sebuah terapi ini akan menjadi
kan sebuah hal baru yang mampu menyelamatkan pasien pasien yang mengalami gagal
ginjal kronis. Permasalahan yang adalah baiaya yang perlu di keluarkan tidak
lah sedikit maka perlu usaha dan biaya yang besar untuk melakukannyan dan serta
kelemahan yang ada adalah dengan metode ini pasien harus terus melakukan kemo
yang memerlukan biaya besar.
Penyebab
paling umum (75%) dari CKD pada orang dewasa adalah diabetes
mellitus, hipertensi, dan glomerulonefritis.[5]
Penyebab lainnya adalah infeksi ginjal dan sumbatan batu ginjal. Wilayah
geografis tertentu memiliki insiden tinggi nefropati HIV. Sedangkan pada
anak-anak CKD umumya disebabkan oleh infeksi ginjal.Pada sebagian kasus,
mengkonsumsi Minuman energi secara rutin dan terus menerus selama
minimal 3 tahun dapat menyebabkan penyakit gagal ginjal kronis. Alfiah Kurnia,
mahasiswi Jurusan Pendidikan Biologi, FKIP, UMS Solo pada tahun 2002 meneliti
minuman suplemen merk A sebagai sampel studi kasus pada tikus putih. Di
lapangan (rumah sakit hemodialisa atau tempat cuci darah rutin) ditemukan fakta
menarik terhadap himbauan perawat atau suster Rumah Sakit PGI Cikini seperti berikut: kalo
kta mama saya, Minuman energi itu bikin ginjal kerja keras ntar bisa gagal
ginjal kata mama kalo sering2 mnum gtuan Bukan hanya konsumsi terhadap Minuman
energi saja, akan tetapi juga terhadap es teh seperti dikutip dari detik health
dr Parlindungan Siregar, SpPD-KGH dari bagian Ginjal dan Hipertensi, Departemen
Penyakit Dalam FKUI-RSCM. Sama halnya dengan es teh, konsumsi kopi yang
berlebihan dan rutin dapat menyebabkan masalah pada sistem ginjal.
Pengobatan bisa di lakukan jika telah mencocokkan ciri-ciri
atau gejala tersebut dengan kondisi diri pribadi, harap segera dibawa ke rumah
sakit untuk diagnosis lanjutan. Sampaikan kondisi-kondisi yang telah ada,
biasanya dianjurkan test laboratorium menyeluruh. Langkah-langkah medis
ditempuh tergantung hasil tes laboratorium. Indikator penting:
·
Darah lengkap, termasuk Hemoglobin.
·
Ureum dan kreatinin
Setelah dilakukan perawatan (biasanya rawat inap) karena
kondisi psikis pasien juga bermasalah. Ureum dan kreatinin yang tinggi dapat
menyebabkan kondisi psikis dan otak tidak terkendali, suka marah-marah tanpa
sebab, dan emosi tidak terkontrol. Keluarga harus mentoleransi perilaku pasien
yang seperti itu, dan terus sabar sebelum cuci darah pertama. Biasanya setelah
cuci darah kedua, perilaku pasien mulai tenang dan bisa diajak berbicara /
ngobrol. Dan biasanya pasien tidak ingat akan kondisi sebelum Hemodialisis tersebut.
Karena pada umumnya, jika angka Ureum dan kreatinin telah sangat jauh tinggi
melewati ambang batas, maka kondisi emosional biasanya terjadi.
Comments
Post a Comment