Resume Prognosis of Peritoneal Dialysis Compared to Hemodialysis in Patient with End-Stage Renal Disease kesehatan


ISI
A.    Resume Jurnal

                    Judul                     : Prognosis of Peritoneal Dialysis Compared to Hemodialysis in               Patient with End-Stage Renal Disease


No DOI                : https://doi/org/10.23886/ejki.6.7243.

B.     Analisis Jurnal
A.    Judul
“Prognosis of Peritoneal Dialysis Compared to Hemodialysis in Patient with End-Stage Renal Disease”

B.     Abstrak
nd-stage Renal Disease (ESRD) is the terminal stage of Chronic Kidney Disease, where the function of the failing kidney must be substituted with Renal Replacement Therapy (RRT). There are two forms of RRT; Peritoneal Dialysis (PD) and Hemodialysis (HD. However, the issue of which method provide a better survival for patient remains an interesting topic to date. This paper aims to provide evidence on whether PD provides better survival compared to HD in a patient with ESRD. Systematic search was done using two databases; Pubmed® and Scopus®. Cohort studies were selected as appropriate study design to answer a prognosis question. Two restrospective cohorts and one prospective cohort study are relevant for this report. Two studies demonstrated survival advantage of PD over HD described by Relative Risk of Mortality of 0.398 and 0.49. The last study showed worse survival of PD patients compared to HD (RR=1.82). The difference in survival in the last study may be attributed to the fact that patients undergoing PD has worse baseline characteristics. PDand HD bring about comparable survival in ESRD patients.
C.    Analisis SWOT
ESRD merupakan sebuah stadium akhir dari Penyakit Ginjal Kronis, di mana fungsi gagal ginjal harus diganti dengan Terapi Pengganti Ginjal (RRT). Ada dua bentuk RRT; Peritoneal Dialysis (PD) dan Hemodialisis (HD. Namun, masalah metode yang memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik untuk pasien menurut penelitian tersebut di katakana sebuah mekanisme yang mampu menaikan angka hidup seoarang penderita penyakit ginjal kronis yang telah mencapai stadium akhir sehingga penderita masi bisa hidup atau bahkan nyawanya terselamatkan.
Seperti misalnya penyakit ginjal diabetes (PGD) merupakan salah satu komplikasi serius dari diabetes dan penyebab paling sering penyakit gagal ginjal tahap akhir, terjadi pada 15-25% penderita diabetes tipe 1 dan 30-40% penderita diabetes tipe 2. PGD ditandai dengan perubahan yang spesifik baik morfologi dan fungsional ginjal. Gambaran awal perubahan ginjal akibat diabetes adalah hiperfiltrasi glomerulus, hipertrofi glomerulus dan ginjal, peningkatan ekskresi albumin urin, peningkatan penebalan membran basal dan ekspansi mesangial dengan akumulasi protein matriks ekstraseluler seperti kolagen, fibronektin dan laminin. PGD tahap lanjut ditandai dengan proteinuria, penurunan fungsi ginjal, penurunan klirens kreatinin, glomerulosklerosis dan fibrosis interstisial. Injuri podosit berperan penting dalam pengembangan PGD. Telaah pustaka ini akan mengemukakan mekanisme injuri podosit pada diabetes dan terkait dengan perubahan fungsi barier filtrasi glomerulus, antara lain pengaruh hiperglikemia pada podosit termasuk interaksi sel, perlekatan membran basal glomerulus dan apoptosis podosit yang telah dijelaskan melalui penelitian sel kultur maupun in vivo. Podosit juga telah menjadi target kerja insulin dan hormon pertumbuhan dimana kedua hormon tersebut berperan bermakna di dalam perubahan homeostasis diabetes melitus. Pengertian mengenai seluler dan molekuler di dalam perubahan struktur dan fungsi podosit pada diabetes melitus diharapkan menjadi alat diagnostik dan strategi pengelolaan penyakit ginjal diabetes.
     Melihat bagaimana peranan dan pentingnya sebuah sebuah teknik baru dalam menyelamatkan kehidupan pasien melalui sebuah alat yang mampu memberi waktu lebih kepada pasien atau bahkan menyelamatkan pasien maka ini merupakan sebuah cara baru yang sangat berguna di dunia kedokteran dunia. Gejala-gejala dari fungsi ginjal memburuk yang tidak spesifik, dan mungkin termasuk perasaan kurang sehat dan mengalami nafsu makan berkurang. Seringkali, penyakit ginjal kronis didiagnosis sebagai hasil dari skrining dari orang yang dikenal berada di risiko masalah ginjal, seperti yang dengan tekanan darah tinggi atau diabetes dan mereka yang memiliki hubungan darah dengan penyakit ginjal kronis. Penyakit ginjal kronis juga dapat diidentifikasi ketika itu mengarah ke salah satu komplikasi yang diakui, seperti penyakit kardiovaskuler, anemia atau perikarditis
Penyakit ginjal kronis diidentifikasi oleh tes darah untuk kreatinin. Tingginya tingkat kreatinin menunjukkan jatuh laju filtrasi glomerulus dan sebagai akibat penurunan kemampuan ginjal mengekskresikan produk limbah. Kadar kreatinin mungkin normal pada tahap awal CKD, dan kondisi tersebut ditemukan jika urine (pengujian sampel urin) menunjukkan bahwa ginjal adalah memungkinkan hilangnya protein atau sel darah merah ke dalam urin. Untuk menyelidiki penyebab kerusakan ginjal, berbagai bentuk pencitraan medis, tes darah dan sering ginjal biopsi (menghapus sampel kecil jaringan ginjal) bekerja untuk mencari tahu apakah ada sebab reversibel untuk kerusakan ginjal [3]. pedoman profesional terbaru mengklasifikasikan tingkat keparahan penyakit ginjal kronis dalam lima tahap, dengan tahap 1 yang paling ringan dan biasanya menyebabkan sedikit gejala dan tahap 5 menjadi penyakit yang parah dengan harapan hidup yang buruk jika tidak diobati . 'Stadium akhir penyakit ginjal (ESRD ), Tahap 5 CKD juga disebut gagal ginjal kronis (CKF) 'atau kegagalan kronis ginjal (CRF).
Tidak ada pengobatan khusus untuk memperlambat tegas menunjukkan memburuknya penyakit ginjal kronis. Jika ada penyebab yang mendasari untuk CKD, seperti vaskulitis, ini dapat diobati secara langsung dengan pengobatan bertujuan untuk memperlambat kerusakan. Pada tahap yang lebih maju, pengobatan mungkin diperlukan untuk anemia dan penyakit tulang. CKD parah memerlukan salah satu bentuk terapi penggantian ginjal, ini mungkin merupakan bentuk dialisis, tetapi idealnya merupakan transplantasi ginja
Melihat bagaimana peluang yang ada maka dengan adanya sebuah terapi ini akan menjadi kan sebuah hal baru yang mampu menyelamatkan pasien pasien yang mengalami gagal ginjal kronis. Permasalahan yang adalah baiaya yang perlu di keluarkan tidak lah sedikit maka perlu usaha dan biaya yang besar untuk melakukannyan dan serta kelemahan yang ada adalah dengan metode ini pasien harus terus melakukan kemo yang memerlukan biaya besar.
Penyebab paling umum (75%) dari CKD pada orang dewasa adalah diabetes mellitus, hipertensi, dan glomerulonefritis.[5] Penyebab lainnya adalah infeksi ginjal dan sumbatan batu ginjal. Wilayah geografis tertentu memiliki insiden tinggi nefropati HIV. Sedangkan pada anak-anak CKD umumya disebabkan oleh infeksi ginjal.Pada sebagian kasus, mengkonsumsi Minuman energi secara rutin dan terus menerus selama minimal 3 tahun dapat menyebabkan penyakit gagal ginjal kronis. Alfiah Kurnia, mahasiswi Jurusan Pendidikan Biologi, FKIP, UMS Solo pada tahun 2002 meneliti minuman suplemen merk A sebagai sampel studi kasus pada tikus putih. Di lapangan (rumah sakit hemodialisa atau tempat cuci darah rutin) ditemukan fakta menarik terhadap himbauan perawat atau suster Rumah Sakit PGI Cikini seperti berikut: kalo kta mama saya, Minuman energi itu bikin ginjal kerja keras ntar bisa gagal ginjal kata mama kalo sering2 mnum gtuan Bukan hanya konsumsi terhadap Minuman energi saja, akan tetapi juga terhadap es teh seperti dikutip dari detik health dr Parlindungan Siregar, SpPD-KGH dari bagian Ginjal dan Hipertensi, Departemen Penyakit Dalam FKUI-RSCM. Sama halnya dengan es teh, konsumsi kopi yang berlebihan dan rutin dapat menyebabkan masalah pada sistem ginjal.
Pengobatan bisa di lakukan jika telah mencocokkan ciri-ciri atau gejala tersebut dengan kondisi diri pribadi, harap segera dibawa ke rumah sakit untuk diagnosis lanjutan. Sampaikan kondisi-kondisi yang telah ada, biasanya dianjurkan test laboratorium menyeluruh. Langkah-langkah medis ditempuh tergantung hasil tes laboratorium. Indikator penting:
·        Darah lengkap, termasuk Hemoglobin.
·        Ureum dan kreatinin
Setelah dilakukan perawatan (biasanya rawat inap) karena kondisi psikis pasien juga bermasalah. Ureum dan kreatinin yang tinggi dapat menyebabkan kondisi psikis dan otak tidak terkendali, suka marah-marah tanpa sebab, dan emosi tidak terkontrol. Keluarga harus mentoleransi perilaku pasien yang seperti itu, dan terus sabar sebelum cuci darah pertama. Biasanya setelah cuci darah kedua, perilaku pasien mulai tenang dan bisa diajak berbicara / ngobrol. Dan biasanya pasien tidak ingat akan kondisi sebelum Hemodialisis tersebut. Karena pada umumnya, jika angka Ureum dan kreatinin telah sangat jauh tinggi melewati ambang batas, maka kondisi emosional biasanya terjadi.

Comments